BANJARMASIN – Penumpukan sampah yang terjadi di berbagai sudut Kota Banjarmasin dalam beberapa hari terakhir menarik perhatian publik. Masalah ini mencuat usai ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih oleh pemerintah pusat pada bulan lalu. Akibatnya, petugas kebersihan mengalami kesulitan membuang limbah, memicu timbulnya gundukan sampah di banyak titik kota.
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, H. Mushaffa Zakir, menyampaikan keprihatinannya dan meminta penjelasan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi dalam rapat pembahasan LKPj APBD 2024 yang digelar di DPRD Provinsi Kalsel pada Selasa (8/4/2025).
“Meski agenda utama rapat adalah membahas LKPj, kami tetap meminta penjelasan dari DLH terkait peran UPT TPA Regional Banjarbakula, khususnya soal penanganan sampah dari Banjarmasin,” jelas Mushafa.
Menurutnya, meskipun Banjarmasin saat ini tidak memiliki TPA, pemerintah pusat telah memberikan kelonggaran untuk mengirimkan sampah ke TPA Regional Banjarbakula. Awalnya, kuota hanya 105 ton per hari, namun kini dinaikkan menjadi 200-300 ton per hari, bahkan bisa mencapai 400 ton.
Namun, peningkatan kuota itu belum cukup untuk menyelesaikan persoalan. “Masih ada kendala teknis, terutama biaya angkut sampah yang cukup tinggi. Dibutuhkan sekitar Rp 65.000 per ton, atau sekitar Rp 1,5 juta untuk satu truk angkut. Banjarmasin juga masih memiliki tunggakan karena status UPT TPA Banjarbakula adalah BLUD,” jelas wakil rakyat Dapil 1 Banjarmasin ini.
Mushaffa juga menyoroti kurangnya langkah antisipatif dari Pemerintah Kota Banjarmasin. Ia menilai Pemko seharusnya sejak lama menyiapkan TPA cadangan, apalagi memiliki kemampuan dalam hal pengadaan lahan.
Ia mengungkapkan bahwa sejak 2022, DLH Provinsi telah mengingatkan kabupaten/kota untuk mulai memilah sampah organik dan non-organik sebelum dibuang. Namun, sebagian besar daerah, termasuk Banjarmasin, masih menerapkan sistem open dumping (angkut buang langsung).
“Apalagi Banjarmasin merupakan daerah rawa, sehingga sistem sanitary landfill tidak bisa diterapkan secara maksimal,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Pengelolaan DLH Provinsi Kalsel, Ammy Ariani, membenarkan adanya kebijakan darurat sampah untuk Banjarmasin. Ia menjelaskan bahwa meskipun kuota pengiriman ke TPA regional telah ditingkatkan, produksi sampah Banjarmasin mencapai 600 ton per hari. Artinya, masih ada sekitar 400 ton yang belum tertangani.
“Sebagian sampah itu sebenarnya bisa ditangani di tingkat rumah tangga, karena 40 persen bersifat organik yang bisa dibakar atau diolah secara mandiri. Sementara yang non-organik bisa dibuang atau didaur ulang,” jelas Ammy.
Ia juga menyarankan optimalisasi peran bank sampah dan sistem pemilahan dari sumber.
Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalsel, M. Yasin Toyib, menambahkan bahwa Pemprov Kalsel berencana membangun fasilitas pemilahan sampah di beberapa lokasi. Salah satunya di kawasan Liang Anggang untuk wilayah Banjarmasin, dan di Barito Kuala untuk daerah lainnya.
Ketua Umum Asosiasi Bank Sampah Indonesia, Wilda Yanti, dalam paparannya di Balai Kota pada Jumat (4/4/2025), menegaskan bahwa pengelolaan sampah bisa berjalan optimal jika seluruh komponen—baik pemerintah, masyarakat, maupun infrastruktur—berjalan beriringan.
“Kalau semua komponen berjalan, saya yakin dalam waktu dua bulan akan ada perubahan signifikan dalam penanganan sampah di Banjarmasin,” ujar Wilda.
Namun, ia mengingatkan bahwa kunci keberhasilan adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai serta kesadaran masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah.
Walikota Banjarmasin, HM Yamin, saat berada dikawasan Dharma Praja Banjarmasin, Minggu (6/4/2025) malam menyatakan optimis dapat menuntaskan persoalan menumpuknya sampah di Kota berjuluk Seribu Sungai yang dipimpinnya ini.
“Kita optimis dalam waktu dekat akan menuntaskannya,” ucapnya.(kabarpilihan)